Jumat, 13 Februari 2015

     
 Tepat pada tanggal 13 Februari 2015 tadi malam genap setahun letusan gunung kelud, saya pribadi merupakan salah satu saksi ketika waktu itu gunung yang berarti "sapu" dalam bahasa Jawa; dalam bahasa Belanda disebut Klut, Cloot, Kloet, atau Kloete) adalah sebuah gunung berapi di Provinsi Jawa Timur, Indonesia, yang tergolong aktif. Gunung ini berada di perbatasan antara Kabupaten Kediri, Kabupaten Blitar, dan Kabupaten Malang , kira-kira 27 km sebelah timur pusat Kota Kediri. dan saya berkediaman di jarak radius labih dari 60 km ke arah utara (walau masih dalam kawasan Kabupaten Kediri) dari puncak kelud pun mendapat kiriman pasir dari erupsinya walaupun dampaknya tidak setebal di daerah barat posisi gunung kelud.

          Sebagaimana Gunung Merapi, Gunung Kelud merupakan salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia. Sejak tahun 1000 M, Kelud telah meletus lebih dari 30 kali, dengan letusan terbesar berkekuatan 5 Volcanic Explosivity Index (VEI). Letusan terakhir Gunung Kelud terjadi pada tahun 2014. dan sesuai dengan laporan berita di Kompas.com sebagai berikut "Dalam Saput Kabut Kelud, Makna di Balik Petaka yang Melumpuhkan Jawa" 

Sejumlah aktivitas terganggu, seperti pengiriman logistik. Area wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko juga ditutup. Petani apel malang merugi. Diperkirakan, total kerugian mencapai Rp 17,8 miliar.

Salah satu daerah yang terdampak parah erupsi Kelud adalah Desa Pang Lahar. Nama desa itu sendiri berarti belahan aliran lahar, menunjukkan betapa desa itu kerap terdampak letusan pada masa lalu.

Erupsi tahun lalu begitu membekas bagi warga. “Yang membuat sedih lihat rumah-rumah hancur. Terus waktu pulang, lalu (mau) neduh, di mana gitu. Bingung," ungkap Ponidi, salah satu warga Pang Lahar.

Dampak letusan tahun 2014 pada desa yang berada di Kecamatan Puncu itu memang parah. Semua bangunan rumah rusak. Dengan jarak desa yang hanya 5 km dari puncak gunung, kerusakan memang sulit dihindari.

Daerah lain yang juga terdampak erupsi Kelud adalah Desa Pandan Sari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Sebagian rumah rusak. Erupsi juga memutus akses ke desa yang terdiri dari tujuh dusun itu. Evakuasi sempat terhambat.

Erupsi dahsyat Kelud kini telah setahun berlalu. Warga di sekitar Kelud kembali merajut hari baru. Begitu pula warga Jawa lain yang sempat merasakan hujan abu vulkanik. Namun, seiring hidup yang terus berlanjut, ada pelajaran yang bisa dipetik dari erupsi kelud.
-Tepat setahun yang lalu, warga Kabupaten Kediri, Blitar, dan Malang harus memberikan ruangnya untuk aktivitas Gunung Kelud. Tujuh tahun "tidur", 13 Februari 2014 lalu gunung setinggi 1.731 meter itu menggeliat dan bangun.

Dalam kurun waktu singkat, status Kelud naik dari Awas menjadi Siaga. Dentuman erupsi disertai kilatan petir dan hujan abu memicu kepanikan. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menetapkan radius aman minimal 15 km dari kawah Kelud.

Erupsi Kelud saat itu eksplosif. Kedahsyatannya merobohkan struktur kubah lava yang terbentuk saat letusan efusif tahun 2007. Abu vulkaniknya menyebar hingga radius 500 kilometer dari lokasi gunung.

Letusan Kelud tahun lalu bisa dibilang melumpuhkan Jawa. Enam bandara, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Semarang, dan Bandung, ditutup. Kerugian penutupan bandara di Surabaya saja mencapai Rp 2 miliar.

Meski erupsi tahun lalu begitu hebat dan mengakibatkan kerugian material yang besar, korban jiwa ternyata sangat sedikit. Itu adalah buah dari pendidikan tanggap bencana yang secara intens dilakukan.

"Kami jauh-jauh hari sudah mengondisikan masyarakat untuk tanggap terhadap bencana," ungkap Chairul Huda, Kepala Pos Pemantau Gunung Kelud, saat ditemui beberapa waktu lalu.

"Artinya, mereka paham akan tatkala dinaikkan statusnya menjadi Waspada harus gimana, Siaga harus bagaimana, begitu Awas juga mereka sudah tahu mereka harus mengungsi," imbuhnya.

Gunung api boleh bergejolak. Namun, manusia yang bergantung pada gunung api karena memberi kesuburan tanah dan tempat tinggal juga harus mampu berdamai dan membaca gejolak alam. Jangan sampai gejolak alam memicu kematian. (Arien Prihayuti Purmarai/ Kompas TV).

1 komentar:

  1. Hi! I really love your post. But now I cant read anyone. Where r u? r u still there? waiting for me? Can you post another article? I really miss you. This is the only way to "meet" you.
    I hope you read this.
    I'm Promise to comeback soon
    -R-

    BalasHapus