Berikut ini ada salah satu kisah tentang memaknai hidup yang mendasar, bermakna, dan cukup sederhana pula. Ya sudah langsung saja… kalau mau ngambil gak papa tapi diusahakan tetep cantumkan sumbernya ya…!
Nidzam al Mahmudi tinggal di sebuah kampung terpencil. Istri dan anak-anaknya tinggal di gubuk kecil yang amat sederhana. Semua anaknya cerdas dan berpendidikan. Di balik itu, selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perniagaan yang berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu, ia dapat menghidupi ratusan keluarga yang bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al Mahmudi merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya.
Sakah seorang anaknya pernah bertanya, “Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah mampu?”
“Ada beberapa sebab mengapa Ayah lebih suka menempati gubuk
kecil,” jawab sang sufi yang tidak terkenal itu.
Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan
ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya,
“Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa.
Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah
yang lebih lega. Ketiga, kami dulu Cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak akan
menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Apalagi ayah dan
ibu menempati rumah yang besar, bukankah kelengangan suasana akan lebih terasa
dan menyiksa?”
Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang Ayah yang
tampak lugu dan polo situ. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan
tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul dan
menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang
paling mendasar.
Kemudian anak itu lebih terkesima tatkala Ayahnya
meneruskan, “Anakku, jika aku membangun istana mewah, biayanya terlalu besar.
Dan sebesar itu kalau kubangunkan gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk tempat
tinggal, berapa banyak tunawisma atau gelandangan yang bisa terangkat martabatnya
menjadi warga terhormat? Ingatlah Anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk
segenap makhluknya. Dan dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua
penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit,
bahkan tidak cukup, untuk memuaskan hanya keserakahan seorang manusia saja.”
0 komentar:
Posting Komentar