Kamis, 15 Januari 2015

Coretan Adnan Iskandar dalam buku Stop! Criminal Minds


   Apapun kehidupan yang sedang Kita jalani saat ini, usahakan untuk senantiasa menikmatinya. Jangan pernah sekalipun Criminal minds menguasai pikiran Kita, meski saat ini kehidupan Kita belum sesuai dengan apa yang Kita harapkan. Bersyukurlah atas semua yang terjadi dalam perjalanan hidup Kita, karena positif atau negatifenya hidup kita tergantung bagaimana cara Kita berpikir. Bisa jadi, apa yang Kita anggap takdir negative itu karena Kita terlalu focus pada apa yang kurang dalam hidup Kita, bukan pada kelebihan yang telah dimiliki. Kisah seorang anak muda dengan empat buah batu batanya bisa menjadi gambaran yang jelas bagaimana cara seseorang menadang kehidupannya.

      Suatu hari, seorang pemuda diminta oleh gurunya untuk membangun sebuah dinding di tempatnya belajar. Dengan telaten dan penuh dedikasi, pemuda itu mematuhi permintaan gurunya dan membangun sebuah dinding indah yang bata-batanya tertata rapi. Namun setelah ia menyelesaikan tugasnya, ia menemukan empat buah batu bata yang letaknya tidak sejajar dengan bata yang lain. Merasa pekerjaannya kurang sempurna, ia pun meminta izin pada gurunya untuk kembali merubuhkan tembok itu agar ia bisa menyusunnya kembali dengan rapi. Mendengar itu, gurunya hanya tersenyum dan mengatakan tidak perlu.

     Akan tetapi, rupanya si pemuda itu tetap merasa tidak puas dengan hasil kerjanya, meskipun ia menuruti perintah gurunya untuk tidak merobohkan tembok itu. Setiap hari, pikirannya selalu dipenuhi “empat batu bata jelek” itu dan malu dengan teman-temannya  yang ia pikir telah membuat dinding yang lebih bagus darinya. Ia selalu berusaha menutupi “empat batu bata jelek” itu ketika ada orang yang ingin melihat dinding buatannya.

    Tanpa terasa dua bulan telah berlalu, saat itu ada kunjungan seorang pemimpin dari ibukota. Si anak muda mendapat tugas untuk mendampinginya untuk keliling di tempat itu. Tiba-tiba sang pemimpin menghentikan langkah menatap dinding yang ia buat dan berkata, “Wah, dinding ini indah sekali.”

    Si pemuda kebingungan, ia lantas bertanya, “Apanya yang indah, Pak? Apakah Bapak tidak melihat empat batu bata yang miring dan mengganggu kesempurnaan seluruh tembok ini?”

    “Oh ya, saya melihat empat batu bata itu, tetapi saya juga melihat ratusan batu bata lainnya yang bagus! Karena ketidaksempurnaan seperti katamu itu anak muda, membuat dinding ini justru tampak indah untuk dinikmati, bukan sekadar dinding kosong yang rata.”

      Sejenak si pemuda itu tertegun. Untuk pertama kalinya tembok itu berdiri, pemuda itu melihat tembok yang sama dengan kesadaran yang berbeda. Sebelumnya, matanya selalu memperhatikan kesalahan yang telah ia lakukan hingga ia ingin menghancurkan seluruh dinding. Kini ia mampu melihat dinding itu dipenuhi oleh tumpukan batu bata yang bagus dan sempurna yang jauh lebih banyak jumlahnya. Kebaikan yang banyak dari hasil kerjanya itu, seolah menutupi kesalahan kecil yang ia lakukan sebelumnya.

      Kisah yang sejatinya disadur dari buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya karya Ajahn Brahm ini telah menunjukkan pada kita bahwa sesungguhnya tak ada yang sempurna di dunia ini. Kita semua memiliki bata-bata jelek dalam kehidupan kita, namun terkadang kita lupa bahwa kita pun sesungguhnya memiliki “bata-bata bagus” yang jumlahnya justru jauh lebih banyak. Kesempurnaan hidup yang membawa kenahagiaan memang dambaan kita semua. Namun sayangnya, ketika kita menuju arah sana, kita sering kali terlalu focus pada kekurangan kita dan lupa mensyukuri setiap kelebihan yang telah kita miliki.

    Tak ada jaminan bahwa ketika kita mencapai “kesempurnaan hidup” dalam arti kita telah mencapai semua yang kita inginkan, hidup kita akan bahagia. Pasti akan selalu ada keinginan dan ambisi baru yang akan mengikis semua kepuasan pencapaian kita itu. Lantas kalau sudah begitu, apa artinya semua kesempurnaan itu kita kejar? Oleh karena itu, sebelum kita terjebak meratapi “bata-bata jelek” yang terlanjur kita miliki, ada baiknya kita berhenti sejenak dan mensyukuri semua yang telah Tuhan anugerahkan pada kita. Percayalah, pada akhirnya rasa syukur inilah yang akan membawa Kita pada puncak kebahagiaan Kita dalam kehidupan. Nah, sekarang apakah Anda telah bersyukur dengan kehidupan anda?



0 komentar:

Posting Komentar