Apapun kehidupan yang sedang Kita jalani saat ini, usahakan untuk
senantiasa menikmatinya. Jangan pernah sekalipun Criminal minds menguasai
pikiran Kita, meski saat ini kehidupan Kita belum sesuai dengan apa yang Kita
harapkan. Bersyukurlah atas semua yang terjadi dalam perjalanan hidup Kita,
karena positif atau negatifenya hidup kita tergantung bagaimana cara Kita
berpikir. Bisa jadi, apa yang Kita anggap takdir negative itu karena Kita
terlalu focus pada apa yang kurang dalam hidup Kita, bukan pada kelebihan yang
telah dimiliki. Kisah seorang anak muda dengan empat buah batu batanya bisa
menjadi gambaran yang jelas bagaimana cara seseorang menadang kehidupannya.
Suatu hari, seorang pemuda diminta oleh gurunya untuk membangun
sebuah dinding di tempatnya belajar. Dengan telaten dan penuh dedikasi, pemuda
itu mematuhi permintaan gurunya dan membangun sebuah dinding indah yang
bata-batanya tertata rapi. Namun setelah ia menyelesaikan tugasnya, ia
menemukan empat buah batu bata yang letaknya tidak sejajar dengan bata yang
lain. Merasa pekerjaannya kurang sempurna, ia pun meminta izin pada gurunya
untuk kembali merubuhkan tembok itu agar ia bisa menyusunnya kembali dengan
rapi. Mendengar itu, gurunya hanya tersenyum dan mengatakan tidak perlu.
Akan tetapi, rupanya si pemuda itu tetap merasa tidak puas dengan
hasil kerjanya, meskipun ia menuruti perintah gurunya untuk tidak merobohkan
tembok itu. Setiap hari, pikirannya selalu dipenuhi “empat batu bata jelek” itu
dan malu dengan teman-temannya yang
ia pikir telah membuat dinding yang lebih bagus darinya. Ia selalu berusaha
menutupi “empat batu bata jelek” itu ketika ada orang yang ingin melihat
dinding buatannya.
Tanpa terasa dua bulan telah berlalu, saat itu ada kunjungan
seorang pemimpin dari ibukota. Si anak muda mendapat tugas untuk mendampinginya
untuk keliling di tempat itu. Tiba-tiba sang pemimpin menghentikan langkah
menatap dinding yang ia buat dan berkata, “Wah, dinding ini indah sekali.”
Si pemuda kebingungan, ia lantas bertanya, “Apanya yang indah,
Pak? Apakah Bapak tidak melihat empat batu bata yang miring dan mengganggu
kesempurnaan seluruh tembok ini?”
“Oh ya, saya melihat empat
batu bata itu, tetapi saya juga melihat ratusan batu bata lainnya yang bagus!
Karena ketidaksempurnaan seperti katamu itu anak muda, membuat dinding ini
justru tampak indah untuk dinikmati, bukan sekadar dinding kosong yang rata.”
Sejenak si pemuda itu tertegun. Untuk pertama kalinya tembok itu
berdiri, pemuda itu melihat tembok yang sama dengan kesadaran yang berbeda.
Sebelumnya, matanya selalu memperhatikan kesalahan yang telah ia lakukan hingga
ia ingin menghancurkan seluruh dinding. Kini ia mampu melihat dinding itu
dipenuhi oleh tumpukan batu bata yang bagus dan sempurna yang jauh lebih banyak
jumlahnya. Kebaikan yang banyak dari hasil kerjanya itu, seolah menutupi
kesalahan kecil yang ia lakukan sebelumnya.
Kisah yang sejatinya disadur dari buku Si Cacing dan Kotoran
Kesayangannya karya Ajahn
Brahm ini telah menunjukkan pada kita bahwa sesungguhnya tak ada yang sempurna
di dunia ini. Kita semua memiliki bata-bata jelek dalam kehidupan kita, namun
terkadang kita lupa bahwa kita pun sesungguhnya memiliki “bata-bata bagus” yang
jumlahnya justru jauh lebih banyak. Kesempurnaan hidup yang membawa kenahagiaan
memang dambaan kita semua. Namun sayangnya, ketika kita menuju arah sana, kita
sering kali terlalu focus pada kekurangan kita dan lupa mensyukuri setiap
kelebihan yang telah kita miliki.
Tak ada jaminan bahwa ketika kita mencapai “kesempurnaan hidup”
dalam arti kita telah mencapai semua yang kita inginkan, hidup kita akan
bahagia. Pasti akan selalu ada keinginan dan ambisi baru yang akan mengikis
semua kepuasan pencapaian kita itu. Lantas kalau sudah begitu, apa artinya
semua kesempurnaan itu kita kejar? Oleh karena itu, sebelum kita terjebak
meratapi “bata-bata jelek” yang terlanjur kita miliki, ada baiknya kita
berhenti sejenak dan mensyukuri semua yang telah Tuhan anugerahkan pada kita. Percayalah,
pada akhirnya rasa syukur inilah yang akan membawa Kita pada puncak kebahagiaan
Kita dalam kehidupan. Nah, sekarang apakah Anda telah bersyukur dengan
kehidupan anda?
0 komentar:
Posting Komentar