Kamis, 15 Januari 2015



    Bangsa Indonesia lahir dan bangkit melalui sejarah perjuangan masyarakat bangsa yang pernah dijajah oleh Belanda dan Jepang. Akibat penjajahan bangsa Indonesia sangat menderita, tertindas lahir dan batin, mental dan materiil, mengalami kehancuran di bidang ekonomi, politik, social, budaya, dan pertahanan keamanan hingga sisa-sisa kemegahan dan kejayaan Nusantara seperti Sriwijaya dan Majapahit yang dimiliki rakyat di bumi pertiwi, sirna, dan hancur tanpa sisa.

   Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang dimulai sejak zaman prasejarah berdasrkan penemuan “Manusia Jawa”. Secara geologi, wilayah  nusantara merupakan pertemuan antara tiga lempeng benua, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik.

    Para cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa Dwipa di pulau Jawa dan Sumatera sekitar 200 SM. Bukti fisik awal yang menyebutkan mengenai adanya dua kerajaan bercorak Hinduisme pada abad ke-5, yaitu Kerajaan Tarumanagara yang menguasai Jawa Barat dan Kerajaan Kutai di pesisir Sungai Mahakam, Kalimantan.

   Pada abad ke-4 hingga abad ke-7, di Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak Hindu-Budha yaitu Kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatera yang beribukota di Palembang. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu.

   Selanjutnya, pada abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu.

 Kejayaan Sriwijaya dan Majapahit merupakan sejarah awal pengenalan wilayah kepulauan Nusantara yang merupakan tanah air bangsa Indonesia. Sebutan Nusantara diberikan oleh seorang pujangga pada masa Kerajaan Majapahit, kemudian pada masa penjajahan Belanda sebutan ini diubah oleh pemerintah Belanda menjadi Hindia Belanda.

  Indonesia berasal dari bahasa latin Indus dan nesos yang berarti india dan pulau-pulau. Indonesia merupakan sebutan yang diberikan untuk pulau-pulau yang ada di Samudra India dan itulah yang dimaksud sebagai satuan pulau yang kemudian disebut dengan Indonesia (Setidjo, Pandji, 2009).

   Pada tahun 1850, George Windsor Earl seorang Inggris etnolog mengusulkan istilah Indunesians dan preperensi Malayunesians untuk penduduk kepulauan Hindia atau Malayan Archipelago. Kemudian seorang mahasiswa bernama Earl James Richardison  Logan menggunakan Indonesia sebagai sinonim untuk Kepulauan Hindia. Namun dikalangan akademik Belanda, di Hindia Timur enggan menggunakan Indonesia, sebaliknya mereka menggunakan istilah Melayu Nusantara (Malaische Archipel). Sejak tahun 1900 nama Indonesia menjadi lebih umum dikalangan akademik di luar Belanda, dan golongan nasionalis Indonesia menggunakan nama Indonesia untuk ekspresi politiknya. Adolf Bastian dari Universitas Berlin mempopulerkan Indonesia melalui bukunya Indonesien oder die inseln des malayischen arcipels (1884-1894). Kemudian sarjana bahasa Indonesia pertama yang menggunakan nama Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) ketika ia mendirikan kantor berita di Belanda dengan nama Indonesisch Pers-Bureau di tahun 1913.

   Penduduk yang hidup di wilayah Nusantara menempati ribuan pulau. Nenek moyang masyarakat Nusantara hidup dalam tata masyarakat yang teratur, bahkan dalam bentuk sebuah kerajaan kuno, seperti Kutai yang berdiri pada abad V di Kalimantan Timur, Tarumanegara di Jawa Barat, dan Kerajaan Cirebon pada abad II (Setidjo, Pandji, 2009). Kemudian beberapa abad setelah itu berdiri Kerajaan Sriwijaya pada abad VII, Kerajaan Majapahit pada abad XIII, dan Kerajaan Mataram pada abad XVII.

  Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram menunjukkan kerajaan yang dimiliki wilayah Nusantara dan pada waktu itu sejarah mencatat bahwa wilayah Nusantara berhasil dipersatukan dan mengalami kemakmuran yang dirasakan seluruh rakyat.

Mengenai sejarah Nusantara ini, Bung Karno pernah menyampaikan bahwa:

“Kita hanya dua kali mengalami nationale staat, yaitu di jaman Sriwijaya dan di jaman Majapahit… nationale staat hanya Indonesia seluruhnya, yang telah berdiri di jama Sriwijaya dan Majapahit dan yang kini pula kita harus dirikan bersama-sama.” (Pidato “Lahirnya Pancasila” yang disampaikan Bung Karno didepan Dokuritsu Junbi Tyoosakai pada 1 Juni 1945).

  Kerajaan Majapahit merupakan cikal bakal Negara Indonesia. Majapahit yang keberadaannya sekitar abad XIII sampai abad XV adalah kerajaan besar yang sangat berjaya, terlebih pada masa pemerintahan Majapahit Gajah Mada yang wafat disekitar 1360-an. Gajah Mada adalah Mahapatih Majapahit yang sangat disegani, dialah yang berhasil menyatukan Nusantara yang terkenal dengan “Sumpah Palapa” (Sumpah yang menyatakan tidak akan pernah beristirahat atau berhenti berpuasa sebelum Nusantara bersatu).

   Sumpah Palapa ini yang kemudian mengilhami para founding fathers kita untuk menggali kembali, menggunakan dan memelihara visi Nusantara, bersatu dalam Wawasan Nusantara dengan sesanti Bhinneka Tunggal Ika yang mengandung arti beragam, tetapi sejatinya satu, yang seharusnya berada dalam satu wadah. Sumpah Palapa yang dikemukakan Mahapatih Gajah Mada yang kemudian setelah Majapahit berhasil menyatukan daerah-daerah di luar Jawa Dwipa menjadi Patih Dwipantara atau Nusantara, pada zamannya merupakan visi globalisasi Majapahit, yaitu meskipun pusat Kerajaan berada di Pulau Jawa (Jawa Dwipa), namun dia bertekad menyatukan seluruh wilayah Nusantara (pulau-pulau yang berada di luar Pulau Jawa) dalam satu kesatuan, satu kehendak dan satu jiwa. (Soepandji, Budi Susilo, 2011)

   Meski demikian, sejarah juga mencatat bahwa kejayaan Kerajaan Majapahit yang berumur lebih dari dua abad harus berakhir karena Majapahit mengalami paradoks history setelah Patih Gajah Mada wafat, Kerajaan Majapahit mengalami perpecahan (semacam balkanisasi di Eropa Timur di akhir abad XX) dengan ditandai dengan lepasnya kerajaan-kerajaan kecil yang berdiri sendiri. Kewaspadaan nasional yang dimiliki Majapahit sebagai negara bangsa (nationale staat) dalam konteks berbangsa dan dernegara pada waktu itu sangat lemah, sehingga konflik-konflik yang terjadi menyulut perpecahan yang lambat laun mempengaruhiketahanan nasional dan menuju ke kehancuran total.

   Di tengah kondisi demikian, dan seiring dengan masuknya bangsa-bangsa Eropa ke wilayah Nusantara sejak di sekitar 1521, mulai Spanyol, Portugis, kemudian disusul Belanda dengan VOC-nya di sekitar 1602, visi wawasan Nusantara Mahapatih Gajah Mada pada masa Majapahit benar-benar hancur, ditambah penjajahan Belanda dan Jepang yang berlangsung sekitar tiga setengah abad, meskipun pada 17 Agutus 1945 Indonesia telah mamproklamasikan kemerdekaannya. Namun kenyataannya penjajahan kolonial bisa dikatakan baru berakhir dengan tuntas pada 27 Desember 1949 (Soepandji, Budi Susilo, 2011).


0 komentar:

Posting Komentar